Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk :(1) mengetahui besarnya daya yang harus dibangkitkan oleh setiap pusat pembangkit dalam menanggung beban maksimum dengan biaya operasi paling minimum, (2) mengetahui total biaya operasi, dan (3) mengetahui besar rugi-rugi daya total sistem setelah penjadwalan pembangkitan.
Penelitian ini dilaksanakan di Unit pembagkitan I Tello, Area Penyaluran dan pengaturan Beban (AP2B) sistem Sulsel PT PLN (Pesero) wilayah Sultanbatara. Metode yang digunakan adalah analisis deskriptif dengan incremental production cost (IPC), yakni mengidentifikasi pusat-pusat pembangkit yang beroperasi saat terjadinya beban puncak. Setelah itu melakukan pengambilan data bulanan energi yang dibangkitkan dan lama operasi, kemudian melakukan analisis regresi kuadratik untuk mendapatkan nilai konstanta a,b,c untuk membentuk fungsi objektif dari setiap pusat pembangkit.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Daya yang harus dibangkitkan oleh setiap pusat pembangkit pada sistem Sulsel dalam menanggung beban Maksimum dengan biaya operasi paling minimum adalah bus bakaru 126,00 MW, bus mamuju 4,00 MW, bus Makale 3,20 MW, bus Palopo 25,7 MW, bus sengkang 192,30 MW, bus suppa 62,5 MW, bus tello150 70,08 MW, bus Barangloe 20,00 MW, bus Tellolama 40,25 MW, Bus Jeneponto 10,8 MW dan Bus Bulukumba 11,1 MW. Adapun total biaya operasi Pusat-pusat pembangkit adalah 195.877.459,39 Rp/jam. Sedangkan Besar rugi-rugi daya total sistem setelah penjadwalan pembangkitan adalah 27.7335 MW
1. Pendahuluan
Pengoperasian beberapa unit pembangkit dalam suatu pusat pembangkit memerlukan manajemen yang baik. Khususnya dalam pembebanan dan jumlah daya yang harus disumbangkan oleh suatu unit pembangkit atau suatu pusat pembangkit ke dalam sistem harus diatur dengan baik. Manajemen pengoperasian yang ekonomis dapat menghemat biaya produksi daya terutama biaya bahan bakar.
Dalam pengoperasian sistem untuk keadaan beban bagaimanapun, sumbangan daya dari suatu pusat pembangkit dan dari setiap unit pada pusat pembangkit tersebut harus ditentukan sedemikian rupa sehingga biaya daya yang diserahkan menjadi minimum (William D. Stevenson, Jr. 1983).
Menurut daftar inventarisasi mesin pembangkit tenaga listrik yang beroperasi secara terus menerus selama 24 jam pada sistem kelistrikan Sulawesi selatan terdapat sebelas pusat pemabangkit yang menyuplai daya ke sistem pada saat beban puncak yang terjadi pada tanggal 20 mei 2010, yaitu PLTA Bakaru, PLTD Suppa, PLTGU Sengkang, PLTA Bili-bili, Pembagkit Tello, PLTD Palopo dan PLTD Makale, PLTD Arena, PLTD Matekko, dan PLTD Agrego.
Perioritas pengoperasian unit-unit mesin pembangkit pada sistem sulsel dalam menanggung beban sistem adalah berdasarkan BPP [Biaya Pokok Produksi (Rp/kWh)] dari tiap unit mesin pembangkit. Nilai BPP dari suatu pusat pembangkit manyatakan biaya bahan bakar untuk memproduksi satu kWh. Dengan demikian pusat pembangkit yang mempunyai BPP yang lebih rendah akan dioperasikan lebih dahulu sebelum pusat pembangkit yang mempunyai BPP lebih tinggi. Sekarang yang menjadi pertanyaan adalah apakah biaya pemakaian bahan bakar ini dapat ditekan (sehingga lebih kecil) dengan mengganti metode penjadwalan operasi? Inilah yang menjadi pokok permasalahan dalam penelitian ini, yakni dengan menggunakan metode penjadwalan operasi unit-unit pembangkit berdasarkan Incremental Production Cost (IPC).
2. Landasan Teori
2.1. Optimasi Pembagkit Tenaga Listrik
Operasi ekonomis adalah proses pembagian atau penjatahan beban total kepada masing-masing unit pembangkit, seluruh unit pembangkit dikontrol terus-menerus dalam interval waktu tertentu sehingga dicapai pengoperasian yang optimal, dengan demikian pembangkitan tenaga listrik dapat dilkukan dengan cara yang paling ekonomis.
Konfigurasi pembebanan atau penjadwalan pembangkit yang berbeda dapat memberikan biaya operasi pembangkit yang berbeda pula, tergantung dari karakteristik masing-masing unit pembangkit yang dioperasikan. Ada beberapa metode dalam penjadwalan pembagkit dalam usaha menekan biaya operasi, yakni :
a. Berdasarkan Umur Pembangkit
Pada metode ini, dengan asumsi bahwa unit-unit pembangkit yang baru mempunyai efisiensi yang lebih tinggi, maka unit-unit pembangkit yang baru dibebani sesuai dengan rating kapasitasnya, dan unit-unit yang tua (efisiensi lebih rendah) memikul beban sisanya.
b. Berdasarkan Rating (daya Guna) Pembagkit
Pembagian beban diantara unit-unit pembangkit sebanding dengan rating kapasitasnya, yaitu dengan meningkatnya beban maka daya akan dicatu oleh unit yang paling berdaya guna hingga titik daya guna maksimum unit itu dicapai. Kemudian untuk peningkatan beban selanjutnya, unit berikutnya yang paling berdaya guna akan mulai beroperasi pada sistem, dan unit ketiga tidak dioperasikan sebelum titik daya guna maksimum unit kedua telah tercapai.
c. Berdasarkan Kriteria Peningkatan Biaya Produksi yang sama ( Equal Incremental Cost)
Pengurangan beban pada unit dengan biaya tambahan paling tinggi akan menghasilkan suatu pengurangan biaya yang lebih besar daripada peningkatan biaya untuk menambahkan sejumlah beban yang sama pada unit dengan biaya tambahan yang lebih rendah. Pemindahan beban dari satu unit ke unit yang lain dapat menghasilkan pengurangan biaya pengoperasian total sehingga biaya pengoperasian tambahan dari kedua unit sama (equal incremental cost). Dengan jalan yang sama dapat diperluas untuk pengoperasian unit pembagkit pada stasiun yang mempunyai lebih dari dua unit pembangkit. Jadi patokan untuk pembagian beban yang ekonomis antara unit-unit di dalam suatu stasiun adalah semua unit-unit pembangkit harus bekerja dengan biaya pengoperasian tambahan yang sama. Jika keluaran stasiun akan dinaikkan, biaya tambahan dengan masing-masing unit bekerja juga akan naik, tetapi harus sama untuk semua unit.
baca selanjutnya...