Subscribe

Powered By

Free XML Skins for Blogger

Powered by Blogger

IP

Minggu, 19 April 2009

ALAT UJI FLUKS MAGNETIK UNTUK MENDETEKSI KERETAKAN PLAT BAJA

PENDAHULUAN.
Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi telah mempengaruhi perkembangan segala produk, diantaranya kendaraan tempur TNI AD yang semakin canggih dan modern. Kecanggihan kendaraan tempur tersebut didukung dengan bodi yang terbuat dari plat baja. Semua plat baja yang dipergunakan diharapkan dalam keadaan baik dan bebas dari cacat atau keretakan. Karena bila plat tersebut retak akan membahayakan bodi kendaraan lapis baja terhadap penetrasi peluru maupun senjata berat.
Untuk mewujudkan hal tersebut tentunya tidak mudah, karena terbatasnya alat peralatan dibengkel Angkatan Darat belum dapat memelihara dan merawat peralatan dan kendaraan dengan baik. Contohnya didalam mendeteksi cacat pada plat baja, TNI khususnya Angkatan Darat hanya memiliki alat untuk mendeteksi cacat pada plat baja dengan jumlah yang terbatas. Keterbatasan alat tersebut dikarenakan dana pembelian alat tersebut yang terbatas padahal kebutuhan TNI sangat banyak, tidak hanya untuk pembelian alat peralatan saja. Untuk memenuhi tuntutan itu perlu diupayakan pembuatan alat yang efektif dan ekonomis, yaitu dengan menggunakan metode magnetik. Alat ini berfungsi untuk mengetahui keretakan pada plat baja secara dini, sehingga plat yang akan digunakan terhindar dari cacat yang dapat mempengaruhi kekuatan dari plat baja tersebut.


MAGNET.
Kemagnetan mempunyai sifat yaitu mampu menarik besi. Daerah pada magnet yang mempunyai kekuatan menarik besi terbesar yaitu pada daerah yang terletak diujung-ujung magnet dan disebut kutub magnet. Pada setiap magnet selalu ada dua kutub yaitu kutub utara dan kutub selatan.
Bila sebuah magnet batang dipotong ditengah menjadi dua bagian, maka akan terjadi kutub-kutub baru dengan polaritas yang berlawanan pada kedua ujung potongan. Setiap seperdua magnet batang itu memiliki sebuah kutub utara dan sebuah kutub selatan. Jadi setiap magnet yang dipotong dua akan menghasilkan dua magnet baru yang lebih kecil. Bagian terkecil sekalipun yang telah dipotong akan bersifat magnet. Bagian-bagian magnet kecil yang menyusun sebuah magnet disebut magnet elementer. Semua bahan magnetik seperti besi atau baja tersusun dari magnet-magnet elementer juga. Dalam besi atau baja yang bersifat magnet terletak magnet-magnet elementer yang tidak teratur (berarah secara acak) dan arahnya membentuk hubungan tertutup. Sehingga tidak memberikan pengaruh magnetik keluar. Arah-arah magnet elementer dapat diubah menjadi teratur dengan jalan mendekatkan magnet tetap pada bahan magnetik atau dengan jalan menggosokkan kutub magnet tetap pada bahan fero magnetik dalam satu arah secara terus menerus. Tetapi yang lazim digunakan adalah dengan cara melilitkan kumparan berarus bahan magnetik sehingga bahan tersebut menjadi magnet.

Bila pada besi atau baja itu didekatkan dengan sebuah magnet atau lilitan kumparan berarus, maka sebagian atau seluruh magnet-magnet elementer arahnya menjadi teratur. Magnet-magnet elementer mengarahkan diri sedemikian rupa, sehingga kutub utara dan kutub selatan masing-masing magnet elementer menghadap kearah yang sama dan akhirnya besi atau baja itu akan menjadi magnet. Kemagnetan menyebabkan semua magnet elementer mengarahkan diri sehingga membentuk kutub utara dan kutub selatan pada satu arah yang sama. Semakin banyak magnet-magnet elementer yang mengarahkan diri didalam bahan magnetik, maka semakin kuat pengaruh magnetiknya.

Sifat-sifat Magnet.
Suatu bahan disebut magnet apabila mempunyai dua karakteristik yaitu :
a. Efek gaya (magnet dapat menarik besi). Magnet batang yang dicelupkan kedalam serbuk besi akan menarik sejumlah serbuk tersebut. Sebagian besar serbuk besi akan menempel pada kedua ujung magnet batang, sedangkan pada bagian tengah magnet batang hampir tidak ada yang menempel. Ujung-ujung magnet batang yang paling banyak menarik serbuk besi dinamakan kutub magnet. Jadi bagian magnet yang gaya tariknya paling besar adalah kutub-kutub magnet. Bila dua buah magnet didekatkan maka kutub magnet yang senama akan tolak menolak dan sebaliknya bila kutub magnet yang tidak senama didekatkan akan tarik menarik.

b. Efek pengarahan (jika dapat bergerak bebas, magnet akan mengarah ke utara dan selatan). Efek pengarahan banyak dimanfaatkan dalam pembuatan kompas yang banyak digunakan untuk navigasi dalam pelayaran atau lainnya. Dikarenakan bumi merupakan sebuah magnet raksasa, maka jarum kompas dapat berputar bebas dan selalu mengambil posisi menunjukkan kearah utara dan selatan. Jadi setiap magnet memiliki satu kutub utara dan satu kutub selatan yang disebabkan oleh efek pengarahannya.

Macam-macam Magnet.

Berdasarkan sifat kemagnetannya magnet dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu :
a. Magnet permanen. Magnet permanen adalah suatu bahan yang dapat menghasilkan medan magnet yang besarnya tetap tanpa adanya pengaruh dari luar atau disebut magnet alam karena memiliki sifat kemagnetan yang tetap. Magnet permanen dibuat orang dalam berbagai bentuk dan dapat dibedakan menurut bentuknya menjadi :
- Magnet batang
- Magnet ladam (sepatu kuda)
- Magnet jarum
- Magnet silinder
- Magnet lingkaran

b. Magnet remanen.
Magnet remanen adalah suatu bahan yang hanya dapat menghasilkan medan magnet yang bersifat sementara. Medan magnet remanen dihasilkan dengan cara mengalirkan arus listrik atau digosok-gosokkan dengan magnet alam. Bila dialiri arus listrik, besarnya medan magnet yang dihasilkan tergantung pada besar arus listrik yang dialirkan. Medan magnet remanen yang digunakan dalam praktek kebanyakan dihasilkan oleh arus dalam kumparan yang berinti besi. Agar medan magnet yang dihasilkan cukup kuat, kumparan diisi dengan besi atau bahan sejenis besi dan sistem ini dinamakan elektromagnet. Keuntungan elektromagnet adalah bahwa kemagnetannya dapat dibuat sangat kuat, tergantung dengan arus yang dialirkan. Dan kemagnetannya dapat dihilangkan dengan memutuskan arus listriknya.

Kurva Histerisis.
Kurva histerisis merupakan hubungan antara B dan H berbentuk siklus dan spesifikasi untuk tiap-tiap jenis bahan. Kurva histeris sempit menunjukkan bahan yang mudah dimagnetisasi dan memiliki magnet sisa yang kecil. Kurva histerisis lebar menunjukkan bahan yang susah dimagnetisasi dan memiliki magnet sisa yang besar.
B adalah rapat fluks magnetik dan H adalah medan pemagnet, dimana jika medan pemagnet (H) dihilangkan maka sejumlah remanen atau magnet sisa masih tetap ada.


Uji Partikel Magnetik dengan menggunakan Yoke.
Ide dasar uji partikel magnetik dengan menggunakan yoke adalah untuk menentukan lokasi dan mengidentifikasi cacat (diskontinyuitas) pada baja dengan menggunakan magnetik yoke. Yoke adalah alat pembangkit medan magnet yang berbentuk U. Yoke dirancang dengan menggunakan bahan dari gabungan lempengan-lempengan baja yang dibentuk menyerupai huruf U dan ditengah-tengahnya diberi lilitan kawat yang terbuat dari tembaga. Didalam penyusunannya lempengan-lempengan diatur secara zig-zag antara satu dengan lempengan lainnya, dengan tujuan untuk menghasilkan medan magnet yang kuat.

Besarnya yoke yang akan dibuat disesuaikan dengan kebutuhan kita, karena besarnya yoke menentukan jumlah lilitan kawat tembaga yang akan digulung ditengah-tengah yoke. Dalam perencanaan alat uji fluks magnetik ini digunakan lempengan besi baja penyusun yoke sebanyak 45 buah, dengan dimensi sebagai berikut :
a. Panjang : 8cm
b. Lebar : 1,6 cm
c. Tebal : 1 mm
Kawat tembaga yang dililitkan ditengah-tengah yoke terbuat dari tembaga. Kawat tembaga digulung ditengah-tengah yoke dengan menggunakan alat penggulung khusus di bengkel penggulung dinamo.

a. Rectifier. Pada dasarnya rangkaian ini berfungsi untuk mengubah tegangan listrik AC menjadi tegangan DC. Pada rangkaian ini tegangan AC dari PLN diturunkan terlebih dahulu dengan menggunakan trafo step-down, selanjutnya dirubah menjadi tegangan DC dengan menggunakan penyearah gelombang penuh dengan sistem jembatan. Sistem ini menggunakan empat buah diode.
Diode merupakan komponen elektronika dengan dua terminal dan terbentuk dari dua jenis semikonduktor (silikon jenis N dan jenis P). Komponen ini mampu dialiri oleh arus secara mudah dalam satu arah, tetapi amat sukar dalam arah kebalikannya.Tanda panah yang terdapat pada diode menunjukkan arah yang dapat dialiri oleh arus secara mudah. Diode dibuat dalam berbagai bentuk dan ukuran, dimana diode yang lebih besar mampu untuk dipakai pada daya yang lebih besar. Pada gambar dibawah ini digambarkan rangkaian rectifier dengan menggunakan diode sistem jembatan.


Selain diode, rangkaian rectifier juga menggunakan kapasitor. Kapasitor merupakan komponen elektronika yang berfungsi untuk menyimpan muatan listrik. Kemampuan kapasitor untuk menyimpan muatan listrik disebut kapasitansi, dimana muatan ini disebabkan oleh muatan positif yang kehilangan elektron dan muatan negatif yang memperoleh elektron. Kapasitor yang dapat digunakan terdapat bermacam-macam, tetapi semuanya terbagi dalam dua kelompok yaitu kapasitor nonelektrolitis yang tidak mempunyai kutub dan elektrolitis yang mempunyai terminal positif dan negatif.
Pada gambar dibawah ini digambarkan rangkaian kapasitor elektrolit :



Pada setengah siklus pertama bila bagian atas dari kumparan sekunder trafo bertegangan positif, maka arus mengalir lewat D1, RL, D4 dan kembali ke bagian bawah kumparan sekunder. Pada separoh siklus berikutnya arus mengalir dari bagian bawah kumparan sekunder lewat D2, RL, D3, dan kembali ke bagian atas kumparan sekunder. Keuntungan sistem jembatan ini adalah ukuran trafo lebih kecil karena tanpa titik sadap tengah, tetapi diode yang digunakan menjadi empat buah.

b. Rangkaian multivibrator. Multivibrator termasuk kelompok sirkit pengubah elektronis yang juga dikenal sebagai osilator relaksasi, karena dalam operasi transistornya diputuskan untuk suatu jangka waktu tertentu. Multivibrator memakai dua buah transistor, dimana pada suatu saat ketika beroperasi sebuah transistor dalam keadaan on dan transistor yang lain off. Multivibrator jenisnya bermacam-macam, untuk lebih jelasnya akan dijelaskan sebagai berikut :
- Multivibrator stabil. Jenis ini sering disebut multivibrator yang bekerja bebas karena tidak memerlukan sinyal input tersendiri dan memproduksi deretan gelombang siku-siku yang kontinyu pada outputnya.

- Multivibrator bistabil (dua kestabilan). Jenis ini sering disebut flip-flop karena mempunyai dua keadaan operasi yang stabil. Kalau diberikan suatu sinyal input, output berubah dari satu keadaan operasi stabil ke keadaan yang lain.

- Multivibrator monostabil (kestabilan tunggal). Jenis ini kadang-kadang disebut multivibrator satu pukulan. Di sini pemberian sinyal input menyebabkan output berubah ke suatu keadaan lain yang pada hakekatnya stabil. Output tetap berada dalam keadaan seperti itu selama beberapa waktu (tergantung pada ukuran komponen). Setelah itu output kembali ke keadaan semula. Sirkit multivibrator jenis ini dipakai untuk membentuk pulsa atau untuk menghasilkan penundaan waktu yang lamanya tidak tergantung dari pulsa pemacu input. Sirkit multivibrator monostabil diperlihatkan pada gambar dibawah ini :

Keadaan operasi stabil sirkuit ini diperoleh bila TR2 on dan TR1 off. TR2 on oleh basis melalui R3 dan tegangan kolektor TR2 rendah. Bias negatif yang diberikan kebasis TR1 memperkuat keadaan tetap matinya TR1. Kapasitor C terisi sampai +Vcc volt dengan polaritas yang terlihat pada gambar.
Sirkuit itu dapat dipacu ke keadaan yang pada hakekatnya stabil dengan memberikan pulsa positif ke basis TR1, yang membawa TR1 ke keadaan on dan ini menghubungkan plat kapasitor C sebelah kiri ke ground.
Tindakan ini membawa tegangan kapasitor (- Vcc volt) ke basis TR2, sehingga mematikan TR2. Pada saat yang sama tegangan kolektor TR2 yang naik diberikan ke TR1, sehingga TR1 tetap dalam keadaan on. Tegangan kapasitor ( pada basis TR2 ) sekarang terisi dari - Vcc menuju ke +Vcc pada kecepatan yang tergantung pada konstanta waktu CR3. Bentuk gelombang multivibrator monostabil ditunjukkan gambar dibawah ini :


c. Rangkaian Pulse Width Modulation. Rangkaian Pulse Width Modulation ( PWM ) merupakan suatu rangkaian elektronik yang berfungsi untuk mengatur arus listrik yang akan digunakan. Besarnya arus listrik yang akan digunakan diatur sesuai kebutuhan dengan mengatur potensio meter pada skala yang dibutuhkan. Gambar dibawah ini menggambarkan rangkaian dan pulse width modulation.


Pada pembuatan alat uji fluks magnet ini rangkaian pulse width modulation (PWM) dibuat untuk mengatur tegangan output agar sesuai dengan kebutuhan inputan tegangan yang dibutuhkan lilitan ditengah yoke.


MULTIVIBRATOR DAN PULSE WIDTH MODULATION (PWM).
Multivibrator merupakan kelompok sirkit pengubah elektronik yang juga dikenal sebagai osilator relaksasi, karena dalam operasi transistor-transistornya diputuskan untuk suatu jangka waktu tertentu. Gelombang outputnya berbentuk siku-siku atau pulsa segi empat. Multivibrator memakai dua buah transistor, dimana pada suatu saat ketika beroperasi sebuah transistor dalam keadaan on dan transistor yang lain off. Dalam pembuatan alat uji partikel magnet ini digunakan jenis multivibrator monostabil, karena dengan menggunakan jenis ini output frekwensi tegangan listrik yang dikeluarkan dapat diatur sesuai kebutuhan. Pengaturan frekwensi tegangan listrik yang akan digunakan dapat ditentukan dengan memutar potensio meter pada skala yang dibutuhkan. Besar-kecilnya frekwensi tegangan listrik yang dialirkan akan mempengaruhi besar-kecilnya kuat medan magnet yang dihasilkan oleh yoke magnet.
Pulse Width Modulation (PWM) merupakan suatu rangkaian elektronik yang berfungsi untuk mengatur arus listrik yang akan digunakan. Besarnya arus listrik yang akan digunakan diatur sesuai kebutuhan dengan mengatur potensio meter pada skala yang dibutuhkan. Pada pembuatan alat uji partikel magnet ini rangkaian multivibrator dan rangkaian pulse width modulation (PWM) digabungkan menjadi satu rangkaian.


Yoke.
Dalam perencanaan pembuatan magnet yoke meliputi langkah-langkah pengerjaan sebagai berikut :
a. Untuk bentuk yoke kita pergunakan lempengan-lempengan besi yang dipotong dan dirakit sedemikian rupa berbentuk “U” yang dapat menghasilkan medan magnet dari masing-masing kakinya.
Dalam penyusunan lempengan-lempengan diatur secara zig-zag antara lempengan satu dengan lempengan yang lainnya, agar menghasilkan medan magnet yang kuat. Setelah lempengan-lempengan tersusun sehingga berbentuk “U” maka untuk menghindari agar lempengan-lempengan tersebut tidak lepas dalam hal ini kita rendam kedalam cairan isolasi. Untuk merapatkan lempengan tersebut dibuat lubang skrup yang terletak di kaki-kaki yoke tersebut.

b. Setelah bentuk yoke selesai barulah dilakukan perakitan lilitan yang terletak ditengah-tengah yoke. Sebelum lilitan dibuat terlebih dahulu dipasang isolator berupa kertas, isolator dipasang secara melintang pada posisi ditengah-tengah yoke yang ukurannya disesuaikan dengan lebar lilitan. Untuk perakitan lilitan dilakukan di bengkel penggulungan dinamo dengan cara menggunakan cetakan gulung secara mekanik sesuai dengan lebar yoke. Kawat yang digunakan terbuat dari tembaga. Setelah lilitan selesai dibuat kemudian dilapisi bahan isolator lagi.
c. Setelah semuanya terangkai barulah yoke tersebut direndam kedalam cairan isolasi perekat dengan tujuan supaya lilitan tersebut tidak terurai lagi setelah dilepas dari cetakannya.
d. Sumber arus DC hasil outputan dari rangkaian penyearah dan kombinasi rangkaian elektronika yang lainnya dihubungkan dengan lilitan pada yoke, sehingga terjadi medan magnet pada yoke.
e. Besar kecilnya medan magnet yang dihasilkan dapat diatur sesuai kebutuhan agar kepekaan alat dalam pengujian dapat ditentukan.
f. Seluruh rangkaian yoke telah siap diujikan untuk mendeteksi keretakan pada plat baja.
g. Hasil pengujian benda uji ditampilkan pada layar display penampil data kuat magnet listrik ( fluks ).

Dimana semakin besar nilai fluks yang ditampilkan pada display, dengan demikian plat baja tersebut mengalami cacat atau keretakan semakin sedikit. Hal ini disebabkan karena aliran magnet listrik yang mengalir tidak mengalami hambatan, sehingga kuat medan magnet yang dihasilkan semakin besar pula.


Untuk mengetahui apakah metode elektromagnet yoke tersebut telah berhasil atau belum maka hendaknya dilakukan kalibrasi terlebih dahulu, dimana metode ini mempunyai kemampuan untuk menghasilkan fluks magnetik sebesar 322 Weber. Pengecekan magnetisasi dilakukan untuk menjamin kekuatan magnet dalam pengujian. Kekuatan magnet dalam metode yoke hendaknya dicek terlebih dahulu sebelum digunakan, karena kapan saja metode yoke dapat mengalami kerusakan yang dapat mempengaruhi keakuratan dalam pegujian bahan.


PRINSIP KERJA ALAT.

Tegangan input sebesar 220 volt AC diturunkan dan disearahkan tegangannya menjadi 35 volt DC. Tegangan DC sebesar 35 volt dari rectifier digunakan sebagai inputan tegangan untuk rangkaian multivibrator dan pulse width modulation. Pada rangkaian multivibrator, inputan tegangan 35 volt DC dikuatkan frekwensinya sehingga terjadi penguatan getaran elektromagnet. Getaran elektromagnet perlu dikuatkan agar kuat magnet listrik yang dihasilkan dapat dibaca oleh sensor magnet listrik. Kemudian pada rangkaian pulse width modulation, inputan tegangan sebesar 35 volt DC diatur lebar duty cyclenya, dimana arus tegangan yang diterima dapat diatur sesuai kebutuhan dengan memutar potensio meter. Rangkaian multivibrator dan pulse width modulation menghasilkan tegangan output, dimana tegangan output ini selanjutnya dihubungkan pada coil yang terdapat ditengah-tengah yoke. Dimana yoke berfungsi sebagai pembangkit magnet listrik. Apabila saklar diatur pada posisi on, maka aliran listrik akan mengalir ke rangkaian rectifier, kemudian menuju rangkaian multivibrator dan pulse width modulation dan akhirnya mengalir pada coil atau lilitan ditengah-tengah yoke, sehingga terjadi magnet listrik pada yoke. Magnet listrik yang ditimbulkan yoke digunakan untuk mendeteksi keretakan pada plat baja, kuat magnet listrik yang dihasilkan yoke dapat dibaca oleh sensor dan dimanipulator untuk selanjutnya ditampilkan oleh display berupa angka-angka digital agar mudah dibaca.


Benda Uji.

Dalam uji partikel magnet ini digunakan benda uji dari baja karbon ST 37 dengan ketebalan 10 mm. Pengambilan bahan material tersebut dilakukan karena terdapat bermacam-macam benda uji yang dapat dipakai sebagai material uji. Bahan baja karbon ST 37 yang digunakan ada enam buah dengan ketebalan yang sama, akan tetapi jumlah cacatnya dibuat berbeda-beda. Hal ini dimaksudkan agar hasil uji partikel magnet nantinya bisa lebih akurat.


Dari pengujian material dapat diketahui besarnya reluktansi magnet yang berbeda-beda dari keenam buah benda uji. Hal ini dikarenakan jumlah cacat yang diberikan juga berbeda-beda, dimana semakin banyak cacat yang dimiliki oleh benda uji maka semakin besar nilai reluktansinya. Dimana benda uji yang memiliki cacat maka pada benda uji tersebut terdapat kebocoran medan maget yang dapat menghambat aliran medan magnet.

Untuk lebih jelasnya ukuran benda uji, plat baja ST-37 yang digunakan dalam pengujian





KESIMPULAN.

a. Kuat magnet listrik sebesar 322 weber, mampu mendeteksi keretakan pada plat baja ST-37 dengan ketebalan plat 1 cm.

b. Metode elektromagnetik yoke bentuknya relatif kecil dan mudah digunakan.

c. Semakin besar kuat magnet listrik yang ditimbulkan oleh yoke maka semakin besar kemampuan alat ukur untuk mendeteksi keretakan pada plat baja.




SARAN.
Dari beberapa kesimpulan diatas maka dapat diberikan beberapa saran diantaranya adalah sebagai berikut :

a. Perlu dilakukan standarisasi tentang hubungan antara keretakan plat baja dengan reluktansinya.

b. Perlu dilakukan penelitian alat uji fluks magnetik dengan menggunakan benda uji dengan jenis plat baja yang berbeda.

c. Perlu dikembangkan untuk membuat alat ukur metode elektromagnetik yoke dengan sensitifitas ukur yang lebih besar, sehingga mampu mendeteksi keretakan plat baja yang lebih halus (retak rambut).




DAFTAR PUSTAKA

1. Achyanto, Djoko, Th 1997, Mesin-mesin Listrik, Erlangga, Jakarta.

2. Brown, David, Th 1984, Electromechanical, Macmillan Publishing Company, Germany.

3. Grabel, Arvin, Th 1985, Dasar-dasar Elektroteknik, Erlangga, Jakarta.

4. Malvino, Paul, Albert, Th 2004, Prinsip-Prinsip Elektronika, Salemba Teknika, Jakarta.

5. Pranata, S, Sumarna, Th 1990, Sistematika Fisika, Angkasa, Bandung.

6. S, Wacik, Jero, Th 1985, Ringkasan Fisika, Ganeca Exact, Bandung.

7. Toyota, Th 2000, Fundamentals of Servicing, Astra Motor, Surabaya.

8. Widodo, Sri, Thomas, Th 2002, Elektronika Dasar, Salemba Teknika, Jakarta.

9. Woollard, Barry, Th 2004, Elektronika Praktis, Pradnya Paramita, Jakarta.





baca selanjutnya...

Jumat, 17 April 2009

BAGAIMANA MENYIKAPI RENCANA PEMBANGUNAN PLTN TERHADAP SISTEM PERTAHANAN NEGARA



Abstraksi.
Energi kelistrikan merupakan salah satu pendukung strategis yang mempunyai peran yang sangat penting dalam tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara. Energi listrik tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia, tanpa listrik aktivitas manusia dan roda pemerintahan tidak dapat berjalan sebagaimana mestinya, Hal ini disebabkan sebagian besar kebutuhan manusia sangat bergantung dari energi listrik. Dengan kata lain energi listrik sangat dibutuhkan oleh manusia. Belakangan ini tuntutan adanya penghematan sumber energi listrik telah dikumandangkan dan diberlakukan, di tiap-tiap kecamatan maupun kabupaten tidak terkecuali kota-kota besar, hal ini dikarenakan cadangan energi listrik nasional telah mengalami degradasi.
Untuk itu masalah kebutuhan energi listrik nasional menempatkan kebijakan pemerintah tahun 2005-2025 terhadap pemenuhan energi listrik nasional yang ditindaklanjutinya rencana program kerja yang memberikan peran pembangunan PLTN beroperasi tahun 2016. Niatan baik pemerintah tidaklah cukup hanya terfokus pada aspek pemenuhan energi listrik saja namun perlu dicermati secara kritis, logis dan konkrit terhadap berbagai aspek yang berakibat kerugian, karena tenaga nuklir merupakan isu nasional yang rentan terhadap aspek kerawanan nasional.
Pemilihan dan penggunaan jenis serta daya listrik sangat perlu mendapat perhatian utama. Pemilihan yang salah atas pengunaan jenis dan daya energi listrik akan sangat merugikan masyarakat dan negara. Disini tidak diharapkan adanya penggunaan yang tidak sesuai dan salah penempatan dalam penentuan kebijakan akan sangat berdampak resiko yang besar terhadap tatanan bangsa dan negara.


Pendahuluan.
Mengingat semakin bertambahnya jumlah penduduk tidaklah heran jika cadangan sumber daya alam yang dimiliki Indonesia lambat laun semakin terbatas. Untuk mengatasi keterbatasan tersebut pemerintah telah berupayah mengatasi kekurangan sumber energi listrik untuk memenuhi kebutuhan nasional. Salah satunya adalah Introduksi pembangunan PLTN dalam rangka pemulihan energi listrik nasional. Beberapa aspek yang perlu mendapat penekanan disini antara lain, Kurangnya pasokan listrik nasional pada saat ini dan kecenderungan dimasa mendatang, peraturan perundang-undangan terkait PLTN, kondisi SDM, penerimaan/kesepahaman masyarakat, ketersediaan jenis dan kapasitas daya pada saat ini dan yang tersedia dalam waktu dekat, dimana, kapan, dan bagaimana introduksi PLTN di Indonesia dilaksanakan adalah persoalan yang masih untuk ditindaklanjuti dan diwaspadai.
Adapun kebijakan pemerintah dengan rencana introduksi PLTN pada tahun 2016 merupakan proyek berskala besar dimana peranan pemerintah akan dituntut sangat menonjol dan implementasi dari kebijakan kemitraan pemerintah dan swasta dibidang pengelolaan energi nasional dapat difasilitasi oleh pemerintah. Untuk proyek litbang atau PLTN berskala kecil mungkin dapat terwujud sesuai rencana, namun apabila PLTN berskala besar dan diperuntukkan sebagai tenaga nuclear power dikhawatirkan resiko financial bagi investor terlalu besar, memerlukan waktu dan pencapaian kesepahaman serta kesepakatan cukup lama diantara pihak terkait. 1
Pemakaian dan penggunaaan listrik masyarakat saat ini penggunaannya sekitar 700 kwh/kapita, Malaysia sekitar 2500 kwh/kapita dan negara dengan ekonominya maju diatas 500 kwh/kapita, maka mudah dipahami bahwa dalam perencanaan jangka panjang sampai tahun 2025 untuk kebutuhan pembangkit listrik di Jamali (Jawa, Madura dan Bali) dapat mencapai sekitar 100 GWe. Pada saat ini kapasitas di Jamali adalah sekitar 20 GWe (1 GWe=1000 juta watt elektrik). Melihat dari kebutuhan tersebut pemenuhan energi listrik nasional kearah mendatang tidak bisa dipenuhi secara proposional, namun perlu dicari sumber alternative baru yaitu PLTN berskala kecil sampai menengah. Semakin besar daya dan modern sebuah kapasitas reaktor nuklir maka semakin besar pula dampak resikonya begitu pula sebaliknya. Untuk itu kita harus mengetahui dan mengerti betul kemampuan dan dampak resiko yang ditimbulkannya dari suatu alat serta perundangan dari PLTN tersebut sehingga tidak terjadi kerawanan baik nasional maupun internasional.

Apa itu Pembangkit Tenaga Nuklir (PLTN). 2
Pembangkit tenaga nuklir adalah sumber energi yang dihasilkan dari pengionan baik sinar x, alpha, betha maupun gama dari zat radioaktif yang dapat membangkitkan daya atau energi kelistrikan. Indonesia sampai saat ini belum memiliki PLTN, yang dimiliki Indonesia adalah reaktor nuklir yang dipergunakan untuk penelitian dan pengembangan antara lain, Reaktor Kartini dengan kapasitas 100 kW di Yogjakarta, reactor Triga dengan kapasitas 2000 kW di Bandung, reaktor RSG-GA Siwabessy dengan kapasitas 30 MW di Serpong. Ketiga reactor beroperasi secara rutin untuk melayani kegiatan penelitian dan pengembangan, produksi radioisotope dan penelitian operator serta perawatan reactor. Namun pada saat ini ketiga reactor sudah mencapai usia tua yaitu 42, 27 dan 19 tahun. Oleh karena itu menajemen penuaan atau aging manajemen menjadi suatu kegiatan yang sangat penting dalam rangka mempertahankan operasi reaktor secara aman dan selamat serta penggunaannya serta optimal. Sedangkan untuk memenuhi harapan pemerintah dalam hal pemenuhan energi listrik nasional tidak bisa hanya mengalihkan fungsi ketiga reaktor yang dimiliki Indonesia menjadi reaktor daya energi kelistrikan, namun perlu perencanaan pembangunan jaringan dan reaktor baru yang khusus diperuntukkan pembangkit energi kelistrikan.


Sejarah Pelarangan Penggunaan Nuklir.
Persaingan teknologi senjata diantara negara super power pada perang dunia II telah membumihanguskan kota jepang dengan senjata nuklir. Konflik perang selama tahun 1939-1945 telah memakan korban lebih 40 juta jiwa warga sipil maupun militer. Melihat tragedi perang akibat senjata nuklir timbulah keinginan masyarakat Internasional untuk memberantas senjata yang berdampak pada sendi-sendi kehidupan sosial, ekonomi dari generasi kegenerasi. NPT (Nuclear-non-Proliferation) sering dianggap sebagai salah satu cornerstone dari rejim perlucutan senjata nuklir. Beberapa tujuan yang ingin dicapai NPT antara lain untuk mencegah penyebaran senjata nuklir dan teknologi nuklir, mendorong kerjasama dalam hal penggunaan nuklir untuk tujuan damai. Dalam rangka mencapai tujuan tersebut serta untuk menciptakan confidence building antara negara pihak, NPT mengeluarkan suatu safe guards system yang dalam pelaksanaannya dipantau oleh International Atomic Energy Agency (IAEA). Keberadaan safe guards tersebut diharapkan dapat menjamin penggunaan bahan fissil (Fissile Materials) untuk tujuan damai dan tidak dipergunakan untuk membuat senjata nuklir.

Bagaimana Energi Listrik yang baik sesuai dengan kebutuhan Nasional 3
Kebutuhan akan energi listrik di masyarakat sangat dominan, terutama dihadapkan dengan perkembangan jumlah penduduk dan pesatnya alih teknologi yang semakin lama semakin komplek, hal ini menuntut kualitas dan kuantitas energi listrik yang semakin komplek dan sesuai dengan kebutuhan saat ini. Lalu bagaimanakah energi listrik yang memenuhi kebutuhan energi nasional, Tentunya yang memenuhi karakteristik sebagai berikut (i).Ramah lingkungan, (ii) Berdaya kecil sampai medium dan dapat memenuhi kebutuhan standar minimum yang dipersyaratkan, (iii) Tidak mempunyai resiko bahaya terhadap masyarakat, apabila terjadi miss operation/kesalahan teknis yang tidak disengaja, (iv) Terjangkau pada masyarakat luas, (v) Tidak menghasilkan limbah beracun selama proses, maupun setelah proses. Untuk memenuhi kriteria tersebut diatas tidak terlepas dari karekteristis bahan baku yang dipergunakan selama proses pembangkitan kelistrikan. Faktor ekstern dan intern yang dapat mempengaruhi kebutuhan pengadaan energi kelistrikan nasional antara lain.

Kebutuhan Energi Listrik Nasional
Sebagai negara yang berkembang dengan jumlah penduduk sekitar 210 juta yang pada saat ini sangat ketergantungan dengan energi kelistrikan. Melihat penyediaan tenaga listrik nasional kondisinya terbagi dua antara lain interkoneksi yang saling berhubungan satu sama lain yaitu Jawa, Madura dan Bali sedangkan penyediaan energi listrik lainnya masih terpisah (terisolasi) hal ini disebabkan dengan kondisi alam geografis yang dimiliki Indonesia dan keterbatasan alat perelatan yang dimiliki. Total kapasitas terpasang saat ini 25,218 MW yang di ditangani oleh PLN sebesar 21.768 MW (86,3 %) sedangkan pembangkit swasta (IPP) sekitar 3.450 MW (13,7 %). Melihat estimasi tahun 2025 untuk kebutuhan pembangkit listrik di Jamali sekitar 100 GWe dengan laju konstruksi 0,4 GWe/tahun terkesan sedikit dipaksakan, lalu bagaimana dengan laju pertumbuhan penduduk yang semakin tahun kebutuhan akan energi listrik semakin meningkat.
Apabila swasta nasional sebagai realisasi kebijakan mengenai kemitraan pemerintah dan swasta termasuk mengenai pemberdayaan masyarakat, dilibatkan mengenai persoalan kekinian dalam jangka menengah dibidang kekinian, maka perencanaan atau persoalan yang menjangkau kurun waktu lebih dari lima tahun biasanya tidak menarik bagi masyarakat maupun swasta nasional. Pembangunan reaktor jangka menengah introduksi PLTN berukuran kecil/medium dengan posisi biaya investasi dari investor domestik mencapai nilai signifikan berarti menunjukkan kesungguhan juga dipandang perlu sebagai persoalan yang konkrit, mengingat reaktor berkapasitas kecil sampai medium memiliki resiko kecil, begitu juga sebaliknya dengan resiko yang dimiliki reaktor dengan kapasitas yang besar.

Peraturan Undang-undang terkait PLTN 5
Peraturan perundangan PLTN yang berlaku saat ini antara lain UU No.10 tahun 1997 tentang ketenaganukliran, sebagai konvensi Internasional terkait PLTN, dan penyiapan sebagai peraturan turunannya dapat memberikan andil dalam menciptakan rasa aman bagi para pihak terkait dalam masyarakat pada saat perencanaan dan pelaksanaan introduksi PLTN. Oleh karena itu pemerintah dituntut sungguh-sungguh melaksanakan, khususnya dalam mempersiapkan peraturan yang masih diperlukan untuk menyambut introduksi PLTN. Teladan dari berbagai negara yang telah berpengalaman termasuk bantuan dari organisasi internasional bidang nuklir dapat meringankan tugas yang harus dilaksanakan. Sebagai negara yang sedang berkembang yang relatif muda untuk mengadopsi perolehan inovasi terbaik dari berbagai negara maju dapat dipandang sebagai keuntungan, pengalaman negara maju menunjukkan bahwa peraturan dan perundangan yang sudah terbangun dan mapan dalam hal tertentu tidak dapat mengakomodasikan atau kurang mendukung kehadiran inovasi baru yang datang dari berbagai negara.

SDM dan Penerimaan Masyarakat.
Sumber daya manusia untuk persiapan dan pengoperasian PLTN telah dibina sejak awal tahun 1980-an. Apabila introduksi PLTN terjadi pada tahun 2016, maka sebagian besar tenaga untuk megoperasikan PLTN telah pensiun. Oleh karena itu saat ini pada awal 200-an merupakan kurun waktu penting dalam hal persiapan SDM melalui transfer keahlian dari seniornya maupun melalui pelatihan dari tenaga ahli PLTN internasional. Persoalan SDM ini penting terutama dalam rangka memberikan pelayanan prima pasokan listrik. Dengan perbaikan dari pengalaman masa lalu, skenario kecelakaan PLTN dikarenakan kegagalan peranan operator tentunya sudah diantisipasi secara khusus.
Selama habitat ketenaganukliran khususnya ditanah air mampu menjaga tidak terjadi kecelakaan parah di reaktor kelistrikan sehingga menimbulkan korban jiwa, maka kecenderungan penerimaan masyarakat terhadap introduksi PLTN pada saat ini diperlukan, mungkin akan positif. Tetapi berbeda dengan kelompok penentang PLTN yang mengatasnamakan masyarakat tentunya akan senantiasa negatif. Hal ini menjelaskan bahwa sampai kapanpun sepanjang sejarah manusia selalu terjadi pandangan kelompok yang berlawanan, sedangkan sebagian besar masyarakat akan mengikuti saja sesuai minatnya pada saat itu.

Pilihan Jenis Kapasitas PLTN.
Seperti halnya teknologi dibidang lain, maka PLTN-pun dikelompokkan atas jenis teknologi maupun kapasitas produksinya. Dalam hal pilihan jenis teknologi PLTN harus selektif dan kehati-hatian karena perencanaan tenaga nuklir untuk energi kelistrikan dan fasilitas perputaran bahan bakar sangat mempengaruhi tingkatan level kapasitas reaktor, walaupun beberapa negara telah menemukan kesesuaian karakter dan kapasitas pendingin yang dipersyaratkan bagi unit reaktor nuklir. Rancangan reaktor baru khususnya reaktor berukuran kecil/medium dengan keselamatan kearah depan serta resiko dampak sangat kecil dari suatu peristiwa kecelakaan reaktor, akan sangat membantu meningkatkan kecocokan konstruksi dan unit operasi nuklir, dibandingkan dengan reaktor berkapas besar yang memiliki resiko besar.
Dengan demikian untuk introduksi PLTN berkapasitas kecil sampai sedang, bagi implementasi dari kebijakan kemitraan pemerintah dan swasta dalam pengelolaan energi nasional, akan lebih sesuai jika misi tersebut diprakarsai oleh pemerintah dikarenakan perlu waktu jangka panjang untuk persiapan atau penyesuaian. Apabila swasta domestik diharapkan dapat berperan signifikan dalam introduksi PLTN maka perlu pematangan kondisi sehingga mencapai resiko financial relatif rendah dan berjangka pendek/menengah. Dari sudut pandang ini kapasitas yang sesuai untuk memenuhi peranan signifikan oleh investor/swasta domestik adalah PLTN berkapasitas kecil sampai menengah.

PLTN dipandang dari sudut Pertahanan.
Jika dilihat dari aspek iptek yang sesuai dengan undang-undang No.18 tahun 2002 pasal 22 ayat 2 bahwa pemerintah mengatur perizinan bagi pelaksanaan kegiatan penelitian, pengembangan, dan penerapan iptek yang berisiko tinggi dan berbahaya dengan memperhatikan standar nasional dan ketentuan yang berlaku secara internasional. Secara jelas Indonesia adalah Negara yang mengikuti perkembangan teknologi yang berkembang sesuai dengan kemajuan teknologi. Namun sejalan dengan komitmen Indonesia yang tidak mempunyai dan tidak ingin mengembangkan senjata nubika serta membantu menciptakan keamanan dunia pada umumnya dan nasional pada khususnya. Indonesia tidak akan dicurigai oleh negara pihak lain, dan meningkatkan saling percaya serta mendapat bantuan dari negara pihak lainnya bila terancam atau diserang senjata nubika.
Kebijakan strategis tersebut pada dasarnya merupakan pernyataan politik pemerintah di bidang pertahanan yang memiliki efek ganda baik keluar maupun kedalam agar penyelenggaraan pertahanan negara dapat terselenggara dengan baik. Berkaitan dengan perencanaan pemerintah akan pemenuhan energi listrik nasional tahun 2025 yang memanfaatkan reaktor nuklir sebagai bahan bakunya perlu diwaspadai secara logis dan konkrit. Mengingat beberapa hal yang sangat mendasar antara lain Indonesia sampai saat ini belum menjadi negara pihak, hanya sebatas negara signatory disamping itu pula badan yang bertindak sebagai national point liason dengan badan internasional baru bersifat sementara belum permanent. Untuk itu apabila Indonesia memaksakan untuk memenuhi kebutuhan energi listrik dari bahan baku nuklir dapat dipastikan negara pihak lainnya akan menaruh curiga pada Indonesia akan penggunaan nuclear power sebagai senjata dan dapat dipastikan akan mengalami inspeksi mendadak dan pemberlakukan embargo serta tidak menutup kemungkinan akan terjadi invasi oleh negara-negera pihak lainnya.
Untuk itu suatu perencanaan akan memperhatikan kemampuan atau kondisi masa lalu dan megandalkan asumsi-asumsi yang harus terwujud pada saat dibutuhkan dimasa depan untuk dijadikan sebagai jaminan bahwa suatu rencana dapat berhasil. Dengan demikian perencanaan introduksi PLTN pada tahun 2016 tentunya telah berasumsi mengenai pertumbuhan penduduk dan ekonomi, ketersediaan sumberdaya manusia dan alam, kestabilan politik, kepercayaan investor. Asumsi yang dipakai harus diupayakan terwujud dan dijaga oleh segenap pihak terkait sehingga pada gilirannya hal itu menjadi sebagai prestasi dari suatu pemerintah dan masyarakat.

Kesimpulan.
Pemenuhan energi listrik nasional merupakan suatu tujuan yang mulia bagi cita-cita kesejahteraan masyarakat, namun perwujudannya bukanlah sesuatu yang mudah seperti membalikkan tangan. Banyak faktor yang harus diperhatikan, dibenahi, dicermati secara kritis, logis dan konkrit terhadap berbagai aspek khususnya kebutuhan energi listrik nasional, peraturan dan perundangan, sumber daya manusia termasuk penerimaan/pemahaman masyarakat dan pilihan jenis dan kapasitas sumber energi yang akan berakibat kerugian dimasa mendatang, karena tenaga nuklir merupakan isu nasional yang rentan terhadap aspek kerawanan nasional.
Implementasi pembangunan energi listrik untuk pemenuhan kebutuhan nasional yang direncanakan tahun 2016 sampai 2025 sebaiknya dikoordinasikan dahulu antar interdep khususnya dengan Dephan, mengingat Indonesia belum menjadi Negara pihak dan Badan Otoritas Nasional yang berfungsi sebagai National for Liason dengan organisasi internasional masih bersifat sementara. Apabila hal ini dipaksakan dikhawatirkan akan menimbulkan kecurigaan badan internasional dan Negara pihak lainnya yang akan berdampak akan dilakukannya inspeksi darurat, penjatuhan embargo sampai dilakukannya invasi terhadap Indonesia.


Footnotes
1 Bahan Seminar Keselamatan dan Keamanan Nuklir, Januari 2006, Jakarta.

2 Aging Reaktor Riset Triga Mark II, Jakarta 2006

3 Peran Legislative di Bidang pemanfaatan energi nuklir, Jakarta, 2006
4 Low Enforcement Pemanfaatan Tenaga Nuklir, Jakarta, 2006

5 UU No. 10 tahun 1997 tentang ketenaganukliran.

Nuklear Energy Agency-OECD (the Organisation for Economic Co-operation and Development), Nuclear development : Nuclear power and Climate Change.

baca selanjutnya...

Rabu, 15 April 2009

The Greenhouse Development Rights Framework, devised by SEI and Ecoequity, offers solutions to the climate crisis while supporting development in the


The framework report, titled The Right to Development in a Climate Constrained World, is authored by Sivan Kartha, director of SEI's Climate and Energy Program and Paul Baer and Tom Athanasiou of EcoEquity, supported by Christian Aid, the Heinrich-Böll Foundation and SEI core funds.

The report argues that the emerging climate crisis must be seen against the backdrop of an ongoing development crisis, and that it is unacceptable and unrealistic to expect those struggling against poverty to focus their limited resources on averting climate change. And it draws the necessary conclusions: those who are wealthier and have produced higher levels of emissions must take on the bulk of the costs of a global “emergency program” of mitigation and adaptation.



Developing countries should still curb their emissions, but the global consuming class – the industrialized world and elites within developing countries – must cover the costs and provide the resources, the report states.

Rich must pay the most
The report presents a burden-sharing framework based on a straightforward accounting of national responsibility and capacity that requires those who consume and emit more to carry a larger share of the global cost of an emergency climate program.

Under the framework, one third of the burden of dealing with climate change would fall to the US and one quarter to the European Union. China would bear less than one fifteenth and India less than one three-hundredth.

Complex challenges
The road ahead is not straightforward. The report states that as long as there is no serious burden-sharing proposal on the table, one that ensures an emergency program can be implemented without stifling development in the South, developing countries will conclude that they have more to lose than to gain from serious engagement.

"In this context, we offer Greenhouse Development Rights as a framework for a regime that could break the impasse," co-author Sivan Kartha says.

- The world’s wealthy minority has left precious little atmospheric space for the poor majority. Indeed, even if emissions from industrialized countries were suddenly and magically halted, the dramatic emissions reductions demanded by the climate crisis would still require developing countries to urgently decarbonize their economies, and to do so while combating endemic poverty. This is not only the core of the physical challenge, but also the crux of the international political impasse that now stymies the negotiations, Kartha says.

Strong impact at Bali climate conference
At the Bali conference the report helped to inform the G77 negotiating position on critical and contentious issues at the core of the Bali roadmap. Sivan Kartha and his co-authors, with fellow SEI researcher Tariq Banuri, convened a climate and development task force to provide analysis and input to the G77.

The report was also presented in various forums at Bali, including an event devoted to Greenhouse Development Rights involving the UK’s lead climate negotiator, organized by Christian Aid and the Heinrich Böll Foundation; a briefing hosted by Action Aid for the chair of the G77; and a panel hosted by the South Centre.


baca selanjutnya...

Can We Afford the Future? The Economics of a Warming World


offers a refreshing look at the economics of climate change, explaining how the arbitrary assumptions of conventional theories get in the way of understanding this urgent problem. The benefits of climate protection are vital but priceless, and hence often devalued in cost-benefit calculations. Preparation for the most predictable outcomes of global warming is less important than protection against the growing risk of catastrophic change; massive investment in new, low carbon technologies and industries should be thought of as life insurance for the planet.

According to many scientists, climate change is a growing threat to life as we know it, requiring a large-scale, immediate response. According to many economists, climate change is a moderately important problem; the best policy is a slow, gradual start, to avoid spending too much. They can't both be right.

In this book, Frank Ackerman offers a refreshing look at the economics of climate change, explaining how the arbitrary assumptions of conventional theories get in the way of understanding this urgent problem. The benefits of climate protection are vital but priceless, and hence often devalued in cost-benefit calculations. Preparation for the most predictable outcomes of global warming is less important than protection against the growing risk of catastrophic change; massive investment in new, low carbon technologies and industries should be thought of as life insurance for the planet.

Ackerman makes an impassioned plea to construct a better economics, arguing that the solutions are affordable and the alternative is unthinkable. If we can't afford the future, what are we saving our money for?


baca selanjutnya...

MASALAH-MASALAH PADA PEMILIHAN JENIS KABEL

A. PEMILIHAN KABEL
1. Jenis Isolasi
Isolasi yang umum dipakai dapat dibagi dalam 2 kategori:
o Kertas impregnasi (PI)
o Isolasi sintetis, PVC, PE, XLPE, EPR
Kertas Impregnasi

Suatu bahan isolasi yang sudah digunakan semenjak dahulu. Bahan ini memberikan keuntungan yang sangat baik pada sifat-sifat listriknya dan juga keandalannya. Untuk melindungi kabel jenis ini terhadap kelembaban, kabel ini dilengkapi dengan pembungkus dari timah hitam ataupun aluminium. Namun dengan kelengkapan ini kabel bertambah berat dan kaku.



Isolasi Sintesis
o PVC (Polyvinyl Chlor)
o PE (Polyethylene)
o EPR(Ethylene Propylene Rubber)
o XLPE (Crosslink Polyethylene)
Material-material ini berbeda dengan kertas impregnasi pada proses pembuatan kabel dengan menggunakan mesin extruder. Penggunaan kabel dengan isolasi sintetis ini dimulai pada kabel tegangan rendah dan saat ini posisinya sudah dapat menggantikan isolasi kertas impregnasi.

2. Tegangan Kerja dan Tegangan Spesifik
Tingkat isolasi dari suatu kabel didefinisikan oleh tegangan kerja dan tegangan spesifik.
Tegangan kerja adalah tegangan antara phasa di jaringan dan tegangan spesifik tergantung dari sistem pentanahannya.
3. Luas Penampang
Pemilihan luas penampang konduktor ditentukan oleh intensitas arus permanen, daya dan lamanya hubung singkat, tegangan jatuh yang diizinkan. Intensitas arus permanen sebagai fungsi dari luas penampang konduktor untuk masing-masing tipe dari kabel umumnya diketahui. Dengan memperhitungkan masalah-masalah tekno-ekonomis, dapat juga dipilih suatu luas penampang kabel yang lebih besar luas penampang secara teknis.
4. Proteksi Luar
Bagian aktif secara elektrik dari kabel (konduktor dan isolasi) harus diproteksi dari pengaruh-pengaruh luar. Pengaruh luar dapat merusak kabel secara mekanis, kimia dan radiasi.
Proteks mekanis
Sangat tergantung terutama pada cara penempatan kabel
o Ditempatkan di atas penyangga (support) di udara terbuka.
o Ditempatkan langsung kontak dengan tanah (kabel yang diperkuat dengan shielding ataupun kadang-kadang dari kawat baja galvanis maupun tidak diperkuat untuk kabel-kabel tiga urat, dan dari aluminium untuk kabel satu urat.
o Kabel udara
a. kabel udara horisontal: kabel ini dilengkapi dengan suatu penguat baja yang menahan gaya traksi.
b. Kabel udara vertikal: kabel-kabel ini diperkuat oleh suatu penguat kawat khusus.

Proteksi terhadap bahan-bahan kimia
Selain untuk media tertentu yang sangat agresif (aromatik hydrocarbon), ada beberapa penguat (pembungkus) ataupun elastomer yang dapat digunakan dan ini tergantung pada jenis media penempatannya.
Proteksi terhadap api
Kabel-kabel yang tidak merambatkan api memerlukan suatu konstruksi khusus, demikian juga untuk kabel-kabel yang ditempatkan pada keadaan khusus (vibrasi, temperatur tinggi, radiasi nuklir, dll).

baca selanjutnya...

KONSTRUKSI KABEL

Kabel daya dapat diklasifikasikan menurut kelompok:
(1) Kabel menurut kulit pelindungnya (armor)
• Kabel bersarung timah hitam (lead sheathed)
• Kabel berkulit pita baja (steel tape armored)
• Kabel berkulit kawat tembaga (copper wire armord)
• Kabel berkulit baja tahan karat (Stainles wire armored)
• Kabel berkulit kawat aluminium (aluminium wire armored)
• Kabel bersarung goni (jute)
(2) Kabel menurut Konstruksinya:
• Kabel plastic dan karet
• Kabel padat
• Kabel jenis datar (flat type)
• Kabel minyak (oil-filled)
• Kabel pipe (pipe-type, misalnya: berisi gas, minyak)

(3) Kabel menurut pasangannya:
• Kabel tanah (underground cable)
• Kabel udara (aerial cable)
• Kabel laut (submarine cable)


Konstruksi Kabel Dibagi Menjadi:
• Bagian Utama
• Bagian Pelengkap
Bagia Utama:
1. Hantaran (Conductor)
2. Isolasi (Insulation)
3. Tabir (Screem)
4. Selubung (sheath)

Bagian Pelengkap:
1. Bantalan (bedding)
2. Periasai ( Armoor)
3. Bahan Pengisi (Filler)
4. Sarung kabel (serving)

(1) HANTARAN (CONDUCTOR)
Bahan hantaran yang banyak dipakai untuk kabel tenaga listrik:
• Tembaga:
- Kawat tembaga polos (plain wire) tanpa lapisan
- Kawat tembaga berlapis timah putih (tinned copper wire)
• Alluminium:
- Dengan kemurnian 99,3 %
1.1. Bantuk-bentuk Hantaran
- Hantaran bulat tanpa rongga
- Hantaran bentuk sektoral  space factor lebih baik
 filler sedikit
 skin effect berkurang
- Hantaran bulat berongga  mengalirkan minyak

(2) ISOLASI (INSULATION)
Menurut jenis isolasi padat yang dipakai:
• Isolasi karet
• Isolasi kertas
• Isolasi sintesis
Isolasi harus mempunyai sifat-sifat sbb:
• Ketahanan dielektrik (dielectric strength) yang tinggi
• Tahanan jenis (resistivity) yang tinggi
• Dapat bekerja dalam temperatur rendah/temperatur tinggi
• Tidak menyerap air / uap air (hygroskopis)
• Mudah dibengkok-bengkokkan (flexsibel)
• Sanggup menahan tegangan tinggi impuls listrik yang tinggi

1. Isolasi Karet
Dalam Keadaan murni  tidak dapat digunakan sebagai bahan isolasi karena:
• Tidak tahan temperatur tinggi
• Terlalu lunak  keras / kasar
Untuk bahan isolasi:
Karet dicampur bahan lain:
• Oksida zinc
• Timbal atau belerang
Kemudiam divulkanisasi sehingga:
• Lebih elestis
• Ketahanannya lebih lama / umur kabel
• Lebih kuat / lebih tahan
• Dapat bekerja pada temperatur tinggi
Kekurangannya:
Dapat merusak tembaga (hantaran)  karena itu harus dilapisi timah putih, karena munculnya bahan isolasi sintesis seperti:
• Butyl
• Polyethylene
• Crosslinked polyethilene dsb

2. Isolasi kertas
Sifat-sifat kertas sebagai bahan isolator,
• Faktor rugi dielektrik (dielectric loss factor) antara 0,009 sampai 0,004
• Temperatur kerja 65 oC
• Ketahanan dielektrik 80 kV/mm
• Menyerap uap air/cairan

Untuk memperbaiki sifat-sifat isolasinya:
• Kertas`harus diresapi (impregnated) dengan minyak isolasi
• Minyak isolasi harus bebas asam, kekentalan rendah
• Fungsi minyak mampu menggantikan udara yang terdapat pada pori-pori kertas
Isolator masih banyak digunakan untuk Tegangan Tinggi.

3. Isolator Sintetis
Isolator sintesis mempunyai sifat listrik, mekanis, termis yang baik untuk isolator kabel.
Isolator sintesis dapat dibagi atas :
1. Elastomer  Neoprene, Butyl/ rubber
2. Thermoplastik  Polyvynil Cloride, Polyethylene
3. Thermosetting  Crosslinked Polyethylene dan
Ethylene propylene rubber

Elastomer
Sifat – sifat elastomer yang terpenting:
• Tahan terhadap minyak
• Tidak terpengaruh pada perubahan cuaca
• Dapat bekerja baik pada temperatur rendah atau tinggi

Thermoplastik
Untuk kabel isolasi :
• Polyvynil chloride (Pvc)
• Polyethylene (Pe)
• Sifat – sifat Pvc yang menguntungkan :
• Tidak terpengaruh oleh uap air, asam & alkali
• Tahanan jenis cukup tinggi
• Kekuatan mekanis tinggi
Kekurangan:
• Faktor rugi dielektriknya besar
• Temperatur tinggi akan meleleh/mencair

Sifat-sifat Polyethylene yang menguntungkan :
• Sifat dielektrik yang baik
• Tidak mengisap air/cairan
Kekurangan
• Mudah terbakar
• Tidak dapat bekerja pada temperatur tinggi

Thermosetting
• Ethylene Propylene Rubber (EPR)
• Crosslinked polyethylene (XLPE) banyak di kembangkan

Crosslingked Polyethylene (XLPE)
Proses :
Dengan menambahkan pipoksida pada polyethylene dalam proses pemanasan dan tekanan (Vulkanisasi) Diperoleh susunan (struktur) atom yang melintang (crosslinked)
Keuntungan :
• Tahan panas,  tidak mudah`meleleh
• Temperatur kerja yang tinggi (90 oC)
• Kekuatan tarik yang tinggi dibanding polyethylene
• Umur kabel akan lebih lama


Kekurangan :
• Bila dipakai pada tegangan tinggi  proses penuaan  umur kabel lebih cepat.
• Bila terdapat gelembung udara atau partikel di dalam XLPE  gejala Treeing  kegagalan isolasi
Hal-hal yang menyebabkan terdapat partikel :
• Adanya kotoran/debu didalam isolasi
• Bentuk titik/bintik pada lapisan semikonductingnya atau lapisan isolasinya
• Serat-serat isolasinya
Hal-hal terjadinya gelembung udara :
• Kerusakan pada tabir (Screem) isolasi
• Adanya pengembungan (expansi) gas pada lapisan tabir
• Longgarnya lapisan semikonducting
• Timbulnya kerutan dalam isolasi

Treeing yang terjadi pada isolasi yang berbahan polymer dapat digolongkan :
• Electrical treeing
• Water treeing
• Chemical treeing


baca selanjutnya...

4download Lagu

4download Lagu
enjoy it

BLOG TETANGGA

Pengikut