Subscribe

Powered By

Free XML Skins for Blogger

Powered by Blogger

IP

Kamis, 29 Januari 2009

People Are Like That True?

God commanded the people believed to live as a firm and sincere to God in their religion.

"Except those who repent and make repairs and keep the (religion) of Allah and sincere (a) because of their religion of God. But they are with those who believe and Allah will give those who believe a great reward. "(An-Nisaa` [4]: 146)

A man into his heart if he was clean firm for God, subjugate their lives to get keridhaan with him to realize that there is no penuhanan except to God, and never give up in faith to God, what is happening. God commanded in the Al-Qur `an as follows.

"... Anyone who cling to the (religion) of Allah then he has given instructions to the straight path. "(Ali Imran [3]: 101)

In religion, God means the single-minded attempt to get satisfaction keridhaan God and without hope that his other personal benefits. God has also emphasized the importance of this paragraph in the other. He has shown that religion can only be executed in the following manner.

"And they are not to worship except Allah, purify the obedience to Him (only) with the religious right, and that they may engage in prayer and charity, and that it is the right religion." (Al-BAYYINAH [98]: 5 )

In deed and ibadahnya, a sincere believer is never try to get love, satisfaction, appreciation, attention, and praise of anyone except God. There is a desire to get all of the men is a sign that he failed to confront face to Allah with sincerity and purity. In fact, we often find people who "do good deeds of worship or to make other goals besides getting keridhaan God." For instance, there are a proud people as helping the poor gain or intend to honor it when the religion is important, such as prayer. Those who establish the prayer, so that looks good conduct, mentioned in Al-Qur `an,


Anyone who wants to be seen protruding himself, he actually seek keridhaan other people, not God. A sincere believer must be really careful to avoid his show while helping other people, behave well, worship, or sacrifice. The only goal of the sincere faith in God is just getting keridhaan God. Al-Qur `an also emphasize how the prophets, the ritual-religious rituals for the sake of God and keridhaan did not expect a reply or personal gain. The following sentence pronounced by the Prophet Hud a.s. to persuade his people to this truth.

"O my people, I do not ask for a reward to you for this call. Lan wage is only from God who created me. Is it not you think (it)? "(Hood [11]: 51)

A believer is never try to get keridhaan anyone other than God. He surely knows that Allahlah that have mengenggam and all hearts, and that all people will be only if He Ridha Ridha. Furthermore, there is not any compliment in this world that will save him in the Hereafter. On the day of reckoning, every person will stand alone before God and asked for any deeds. On that day, faith, piety, sincerity, and compliance will play an important role. Prophet Muhammad saw. remind people believe in the importance of sincerity,
"He received a deed that is done because God is pure and aims to explore keridhaan him."fullpost">


baca selanjutnya...

Kamis, 22 Januari 2009

orang baik, yang bagaimana sih?

Kita ambil contoh dua orang manusia. Asumsikanlah bahwa mereka berdua diberikan kesempatan yang cukup di dunia ini untuk merasakan kesenangan dari Allah dan bahwa mereka telah diberitahu mana yang baik dan mana yang buruk. Mereka memenuhi tugas-tugas dan kewajiban agama hingga hari kematian mereka dan menghabiskan hidup mereka sebagai muslim yang taat. Mereka sukses dalam berbagai bidang. Memiliki pekerjaan yang bagus, keluarga yang harmonis, dan menjadi anggota masyarakat yang terhormat. Jika orang ditanya, siapakah yang paling sukses di antara kedua orang tersebut, mereka mungkin menjawab, “Orang yang bekerja lebih keras.” Akan tetapi, jika jawaban ini diperhatikan dengan saksama lagi, kita akan menyadari bahwa definisi-definisi sukses tersebut tidak berdasarkan Al-Qur`an, tetapi atas dasar kriteria duniawi.


Menurut Al-Qur`an, bukanlah kerja keras, bukan kelelahan, bukan pula mencapai penghormatan atau cinta dari orang lain yang disebut sebagai kriteria keunggulan, melainkan keyakinan mereka akan Islam, amal baik yang mereka kerjakan untuk mendapatkan keridhaan Allah, dan niat baik mereka yang terpelihara dalam hati. Itulah yang disebut kriteria yang unggul di hadapan Allah. Allah menyatakan hal ini di dalam Al-Qur`an,

“Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridhaan) Allah, tetapi ketaqwaan dari kamulah yang dapat mencapainya. Demikianlah Allah telah menundukkannya untuk kamu supaya kamu mengagungkan Allah terhadap hidayah-Nya kepada kamu. Dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang berbuat baik.” (al-Hajj [22]: 37)

Sebagaimana disebutkan di atas, amalan yang dilakukan seseorang dengan menyembelih seekor binatang karena Allah, akan dinilai-Nya bergantung pada ketaatan atau rasa takutnya kepada Allah. Daging atau darah bintang apa pun yang disembelih dengan menyebut nama Allah itu tidak ada nilainya di hadapan Allah jika amalan tersebut tidak dilakukan karena Allah. Di sinilah, faktor-faktor pentingnya adalah niat baik dan keikhlasan kepada Allah saat menjalankan suatu perbuatan atau peribadatan kepada Allah. Karena itu, seorang manusia tidak akan meningkat kemuliaannya di mata Allah hanya karena amal, ibadah, sikap, dan kata-kata baiknya. Tentu saja semua itu adalah perbuatan yang harus dilakukan seorang muslim sepanjang hidup mereka untuk mendapatkan balasan yang besar di hari pembalasan. Akan tetapi, faktor terpenting yang harus diperhatikan saat memenuhi semua perbuatan itu adalah tingkat kedekatan yang dirasakan seseorang dengan Allah. Yang penting bukanlah banyaknya perbuatan yang kita lakukan, melainkan bagaimana seseorang berpaling kepada Allah dengan kebersihan dan keikhlasan hati.
Keikhlasan berarti memenuhi perintah Allah tanpa mempertimbangkan keuntungan pribadi atau balasan apa pun. Seseorang yang ikhlas akan berpaling kepada Allah dengan hatinya dan hanya ingin mendapatkan ridha-Nya atas setiap perbuatan, langkah, kata-kata, dan do’anya. Jadi, ia benar-benar yakin kepada Allah dan mencari kebajikan semata. Menurut Al-Qur`an,

“... Sesungguhnya, orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertaqwa di antara kamu. Sesungguhnya, Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” (al-Hujurat [49]: 13)

Dalam banyak ayat Al-Qur`an, ditekankan agar perbuatan baik itu dilakukan hanya untuk mendapatkan keridhaan Allah. Akan tetapi, beberapa orang berusaha untuk mengabaikan kenyataan ini. Mereka tidak pernah berkaca pada kebersihan niat di dalam hati mereka saat melakukan suatu pekerjaan, memberi nasihat, menolong orang, atau berkorban. Mereka percaya bahwa perbuatan mereka sudah cukup, dengan menganggap bahwa mereka telah menunaikan tugas agama. Di dalam Al-Qur`an, Allah mengatakan kepada kita tentang mereka yang berusaha sepanjang hidupnya, namun sia-sia. Jika demikian halnya, mereka akan dihadapkan....

pada situasi berikut ini di hari pembalasan.


“Banyak muka pada hari itu tunduk terhina, bekerja keras lagi kepayahan.” (al-Ghaasyiyah [88]: 2-3)

Karena itulah, manusia akan menghadapi satu dari dua situasi tersebut di hari akhir. Dua orang yang telah mengejar pekerjaan yang sama, mencurahkan usaha yang sama, dan bekerja dengan kebulatan hati yang sama sepanjang hidup mereka, bisa mendapatkan perlakuan yang berbeda di hari akhir. Mereka yang membersihkan dirinya akan dibalas dengan kebahagiaan surga yang memikat, sedangkan mereka yang meremehkan nilai keikhlasan saat berada di dunia ini akan mengalami penderitaan neraka yang tiada akhir.
Di dalam buku ini, kita akan mengacu pada dua aspek keyakinan yang mengubah perbuatan yang dilakukan seseorang menjadi berarti dan bernilai dalam pandangan Allah, yakni dengan pembersihan diri dan keikhlasan. Buku ini bertujuan untuk mengingatkan mereka yang gagal menjalani hidup mereka hanya untuk keridhaan Allah, mengingatkan bahwa semua usaha mereka sia-sia. Karena itu, buku ini mengajak mereka untuk membersihkan diri mereka sebelum datangnya hari pembalasan. Sebagai tambahan, kami juga ingin—sekali lagi—mengingatkan semua orang beriman bahwa pikiran, perkataan, atau perbuatan apa pun yang dapat mengurangi keikhlasan seseorang, memiliki konsekuensi yang besar karena konsekuensi-konsekuensi yang mungkin muncul di hari akhir. Karena itulah, kami ingin menunjukkan semua jalan untuk menjaga keikhlasan mereka dengan cahaya yang ditebarkan oleh ayat-ayat Al-Qur`an.



baca selanjutnya...

yang baik itu apa sih?

Kita ambil contoh dua orang manusia. Asumsikanlah bahwa mereka berdua diberikan kesempatan yang cukup di dunia ini untuk merasakan kesenangan dari Allah dan bahwa mereka telah diberitahu mana yang baik dan mana yang buruk. Mereka memenuhi tugas-tugas dan kewajiban agama hingga hari kematian mereka dan menghabiskan hidup mereka sebagai muslim yang taat. Mereka sukses dalam berbagai bidang. Memiliki pekerjaan yang bagus, keluarga yang harmonis, dan menjadi anggota masyarakat yang terhormat. Jika orang ditanya, siapakah yang paling sukses di antara kedua orang tersebut, mereka mungkin menjawab, “Orang yang bekerja lebih keras.” Akan tetapi, jika jawaban ini diperhatikan dengan saksama lagi, kita akan menyadari bahwa definisi-definisi sukses tersebut tidak berdasarkan Al-Qur`an, tetapi atas dasar kriteria duniawi.
Menurut Al-Qur`an, bukanlah kerja keras, bukan kelelahan, bukan pula mencapai penghormatan atau cinta dari orang lain yang disebut sebagai kriteria keunggulan, melainkan keyakinan mereka akan Islam, amal baik yang mereka kerjakan untuk mendapatkan keridhaan Allah, dan niat baik mereka yang terpelihara dalam hati. Itulah yang disebut kriteria yang unggul di hadapan Allah. Allah menyatakan hal ini di dalam Al-Qur`an,


“Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridhaan) Allah, tetapi ketaqwaan dari kamulah yang dapat mencapainya. Demikianlah Allah telah menundukkannya untuk kamu supaya kamu mengagungkan Allah terhadap hidayah-Nya kepada kamu. Dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang berbuat baik.” (al-Hajj [22]: 37)

Sebagaimana disebutkan di atas, amalan yang dilakukan seseorang dengan menyembelih seekor binatang karena Allah, akan dinilai-Nya bergantung pada ketaatan atau rasa takutnya kepada Allah. Daging atau darah bintang apa pun yang disembelih dengan menyebut nama Allah itu tidak ada nilainya di hadapan Allah jika amalan tersebut tidak dilakukan karena Allah. Di sinilah, faktor-faktor pentingnya adalah niat baik dan keikhlasan kepada Allah saat menjalankan suatu perbuatan atau peribadatan kepada Allah. Karena itu, seorang manusia tidak akan meningkat kemuliaannya di mata Allah hanya karena amal, ibadah, sikap, dan kata-kata baiknya. Tentu saja semua itu adalah perbuatan yang harus dilakukan seorang muslim sepanjang hidup mereka untuk mendapatkan balasan yang besar di hari pembalasan. Akan tetapi, faktor terpenting yang harus diperhatikan saat memenuhi semua perbuatan itu adalah tingkat kedekatan yang dirasakan seseorang dengan Allah. Yang penting bukanlah banyaknya perbuatan yang kita lakukan, melainkan bagaimana seseorang berpaling kepada Allah dengan kebersihan dan keikhlasan hati.
Keikhlasan berarti memenuhi perintah Allah tanpa mempertimbangkan keuntungan pribadi atau balasan apa pun. Seseorang yang ikhlas akan berpaling kepada Allah dengan hatinya dan hanya ingin mendapatkan

ridha-Nya atas setiap perbuatan, langkah, kata-kata, dan do’anya. Jadi, ia benar-benar yakin kepada Allah dan mencari kebajikan semata. Menurut Al-Qur`an,

“... Sesungguhnya, orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertaqwa di antara kamu. Sesungguhnya, Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” (al-Hujurat [49]: 13)

Dalam banyak ayat Al-Qur`an, ditekankan agar perbuatan baik itu dilakukan hanya untuk mendapatkan keridhaan Allah. Akan tetapi, beberapa orang berusaha untuk mengabaikan kenyataan ini. Mereka tidak pernah berkaca pada kebersihan niat di dalam hati mereka saat melakukan suatu pekerjaan, memberi nasihat, menolong orang, atau berkorban. Mereka percaya bahwa perbuatan mereka sudah cukup, dengan menganggap bahwa mereka telah menunaikan tugas agama. Di dalam Al-Qur`an, Allah mengatakan kepada kita tentang mereka yang berusaha sepanjang hidupnya, namun sia-sia. Jika demikian halnya, mereka akan dihadapkan pada situasi berikut ini di hari pembalasan.


“Banyak muka pada hari itu tunduk terhina, bekerja keras lagi kepayahan.” (al-Ghaasyiyah [88]: 2-3)

Karena itulah, manusia akan menghadapi satu dari dua situasi tersebut di hari akhir. Dua orang yang telah mengejar pekerjaan yang sama, mencurahkan usaha yang sama, dan bekerja dengan kebulatan hati yang sama sepanjang hidup mereka, bisa mendapatkan perlakuan yang berbeda di hari akhir. Mereka yang membersihkan dirinya akan dibalas dengan kebahagiaan surga yang memikat, sedangkan mereka yang meremehkan nilai keikhlasan saat berada di dunia ini akan mengalami penderitaan neraka yang tiada akhir.
Di dalam buku ini, kita akan mengacu pada dua aspek keyakinan yang mengubah perbuatan yang dilakukan seseorang menjadi berarti dan bernilai dalam pandangan Allah, yakni dengan pembersihan diri dan keikhlasan. Buku ini bertujuan untuk mengingatkan mereka yang gagal menjalani hidup mereka hanya untuk keridhaan Allah, mengingatkan bahwa semua usaha mereka sia-sia. Karena itu, buku ini mengajak mereka untuk membersihkan diri mereka sebelum datangnya hari pembalasan. Sebagai tambahan, kami juga ingin—sekali lagi—mengingatkan semua orang beriman bahwa pikiran, perkataan, atau perbuatan apa pun yang dapat mengurangi keikhlasan seseorang, memiliki konsekuensi yang besar karena konsekuensi-konsekuensi yang mungkin muncul di hari akhir. Karena itulah, kami ingin menunjukkan semua jalan untuk menjaga keikhlasan mereka dengan cahaya yang ditebarkan oleh ayat-ayat Al-Qur`an.


baca selanjutnya...

Rabu, 21 Januari 2009

israel is barbarian nation

This where my American tax dollars are going, do you know where your tax dollars are at? TAKE THE TIME TO FIND THE TRUTH. So many lives depend on it I, like so many Americans, am Caucasian, non-Arab, and religious. I can no longer sit back with good conscience and do nothing while my government is supporting the types of terrorist actions that we have condemned Muslim Fundamentalist for. Call your Congressman and Senator, send an email to the White House and demand that our government negotiate FAIRLY with both sides and bring a fair and just solution to Palestine and Israel .

this picture never seen in US media, follow it to all friends you know :









baca selanjutnya...

AN ANALYSIS OF THE Fascism 20th century

any posts previously examine the root of cultural fascism, how this ideology to be the revival of Paganism idea reinforced by Darwinisme. Facts of this case is important to understand the root-root, fascism and fascist movements that occur in the 20th century. However, we must also consider how these movements calyx able to take over power in many countries in the 20th century, these methods are powerful when they use, and the nightmare that diakibatkannya.
Immediately after the end of World War I, the first fascist regime in the 20th century was built in Italy by Benito Mussolini. He was followed by Hitler in Germany and Franco in Spain. In the 1930's, fascism became a popular political ideology, fascist parties both big and small were established in many countries, and the fascist power in Austria and Poland, so that all influenced by European fascism.
There are many similarities between fascism in Europe, where fascism example the most clearly visible, with fascism in Latin America and Japan, which gerakannya also mengakar and mushrooming. In general, the condition of fascism exploit chaos and instability in a country to show itself to the ideology of the people as a savior. Once the fascist form of government, the people are controlled with a combination of fear, repression, and techniques brain washing.

Social Crisis: Land for fascism Subur

There are many similarities in social background and psychological countries where fascism form. Most of these countries and less severe damage in World War I, to the people is very weak and tired, many who have lost husbands, wives, children and those of their loved ones in war. These countries also are a difficult economic, political, and the widespread feeling that the people have their downfall. People suffering from the material; parties who can not afford the variety of the problems of the nation, in addition to fighting among themselves.
Basically, poverty Italy due to World War I is the most important factor in the development of the power of fascism. More than 600,000 people died due to war Italy, and almost half a million people became disabled. The biggest part of the population consists of widows orphans. Countries that oppressed by economic recession and high unemployment. Despite the nation Italy suffered big losses in the war, they only reach a small part of their goal. Like other countries that tired due to the war, nations have to miss Italy back and honor their previous greatness.
In fact, this is a sentiment that has been building strength since the late 19th century. Italy bernostalgia modern Roman Empire with greatness, and feel entitled to the Roman first. Moreover, Italy was competing with the main forces in the world and hopes to raise himself to them, or, to the position where it is due. " Because of the influence of this goal, the Italian hopes to become as strong as the UK, France and Germany.
The crisis of social, political, and economic development also plays an important role in the formation of Nazism in Germany, who have lost in World War I. Unemployment and financial crisis due to the disappointment of the defeat. Inflation increased to levels that can rarely disamai. Young children play with paper money worth millions mark, because of money, which had fallen in value in a matter of hours, not more than a sheet of paper value. German nation want to restore their self esteem is lost and to return to better standards of life. With a promise to meet expectations like this, Nazism and have shown support.
Spain pre-fascist also show similarities with these countries. The loss of colonies Spain on both sides of the continental United States in the early 19th century has made himself the price had fallen sharply. In the early 20th century, Spain has half collapse. Economy falls, and the privileges obtained by the aristokrat opened the way for injustice. Spain during the nation lalunya the majestic and strong with deep longing.
Other countries are influenced by the Japanese fascism. During the pre-fascist Japan, society is more concerned with the very high growth Marxisme among young people. But they are not able to determine how to eliminate the damage that ideology. In addition, social changes such as the very confusing for the public so tied to the tradisinya. Melonggar kinship ties, the figure increased divorce, respect to the old terkikis, customs and traditions left, individualist emerging trend, the decline in the level of young people miserable, and the number is increasing suicide is concerned. In conditions like this, stability in the Japanese society of the future are considered in danger. All the things they bring up memories of the past. Homesickness will be the triumph of the first-and business-to business membangkitkannya, is a pitfall for the initial bring them fully terjerat by fascist regime.
We also should not ignore the threat of communism, which was threatening to take over the world. Could be a number of nations submit themselves to the regime-fascism regime in order not to become victims of the brutal ideology, cruel oppressor and that, separated from the tiger's mouth into the crocodile's mouth, as they believe that fascism "is better between the two evil."

baca selanjutnya...

4download Lagu

4download Lagu
enjoy it

BLOG TETANGGA

Pengikut